29 April 2011

Wakil Bupati Agam Pingsan Saat Masuk LP

Agam, Padek—Satu per satu pejabat dan mantan pejabat di Sumbar masuk penjara. Di Agam, Kejari Lubukbasung menahan Wakil Bupati Agam, Umar, kemarin (29/4). Umar tersangkut kasus dugaan korupsi anggaran rutin Dinas Pekerjaan Umum sebesar Rp2,9 miliar tahun 2008.

Di hari yang sama, Kejari Padang mengeksekusi mantan Pjs Bupati Pasbar, M Zambri. Mahkamah Agung (MA) mengabulkan kasasi jaksa dalam kasus suap yang menyeret Zambri. Bersama Mirwan—mantan Kepala Bappeda Pasbar—yang telah dulu dieksekusi, Zambri divonis bersalah karena menyuap sebesar Rp150 juta, untuk mengurus proyek bantuan bencana alam tahun 2004.

”Selain Umar, kami sudah menetapkan dan menahan Kuasa Pengguna Anggaran, M Zulfan dan Marjan sebagai tersangka, sejak Oktober 2010 lalu,” kata Kepala Kejari Lubukbasung, Bambang, di ruang kerjanya. Saat menjabat sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Umar diduga melakukan korupsi proyek fiktif swakelola jalan lingkungan.

Penasihat Hukum (PH) Umar, Ali Samiarta mendatangi Kasi Pidum, Oktafiandi, pukul 11.00 WIB. Ia mengatakan bahwa Umar akan datang memenuhi panggilan kejaksaan. Tidak lama kemudian Umar datang didampingi PH.
Jaksa langsung memeriksakan kesehatan Umar ke RSUD Lubukbasung untuk memastikan kesehatan Umar. Dokter menyatakan kesehatan Umar tidak bermasalah.    

Setelah diperiksa di Kejari, pukul 16.20 WIB Umar digelandang ke LP Maninjau dengan surat perintah penahanan, Nomor: Sprint-189/N.3.21/Ft.1/04/2011. Namun rencana penahanan batal, karena Umar tiba-tiba pingsan saat sampai di pintu sel. Dia kemudian dibawa ke RSUD Lubukbasung. Ozi Purna, dokter yang memeriksa Umar menyatakan tersangka mengalami nonstemi atau infark otot jantung. Terjadi pembatasan aliran darah ke jantung, jantung tidak mampu memompa daerah dengan baik. Umar kemudian dirujuk ke RSUP M Djamil pukul 21.40 WIB. Padahal, rencananya Senin (2/5) mendatang Umar harus hadir dalam persidangan di Pengadilan Negeri Lubukbasung, sebagai saksi dengan tersangka Zulfan dan Marjan.

Pengamat hukum tata negara dari Universitas Andalas (Unand), Suharizal menegaskan, menurut undang-undang memang tak ada keharusan menonaktifkan kepala daerah atau wakil kepala daerah yang berstatus tersangka atau sudah ditahan. Meski begitu, menurutnya, penahanan dan penonaktifan itu penting untuk memudahkan proses pemeriksaan.

”Jika masih menjabat tentu pemeriksaannya sulit dilakukan. Alasannya pasti banyak, misalnya alasan dinas. Yang harus diwaspadai, kemungkinan dia menghilangkan barang bukti, apalagi dia masih menjabat. Karena itu, kejaksaan sudah tepat melakukan penahanan,” ujarnya.
Suharizal menambahkan, kewenangan menonaktifkan kepala daerah atau wakil kepala daerah ada di tangan gubernur. ”Karena itu, kasus ini menjadi test case bagi Gubernur Sumbar Irwan Prayitno sejauh mana komitmennya dalam pemberantasan korupsi,” tukasnya.

Gubernur Sumbar Irwan Prayitno saat dikonfirmasi Padang Ekspres mengaku belum mengetahui secara detail aturan hukum bagi kepala daerah yang berstatus tersangka dan ditahan. Apakah harus dinonaktifkan atau tidak. Yang jelas, kata Irwan, jika mengacu ke kasus korupsi yang menimpa kepala daerah di daerah lain, nonaktif dilakukan jika sudah sudah ada vonis dari pengadilan dan berkekuatan hukum tetap. ”Kalau sekarang masih jauh. Dia kan baru tersangka, belum tentu bersalah. Jadi terlalu jauh kalau sudah membicarakan rencana nonaktif. Kasihan keluarganya,” ujar Irwan.

Nonaktif jika Terdakwa
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi dalam beberapa kesempatan menyebutkan, Kemendagri baru menonaktifkan kepala atau wakil kepala daerah yang statusnya sudah menjadi terdakwa di pengadilan. Kemendagri juga memberhentikan secara permanen jika pengadilan memutuskan bersalah. Sebaliknya, apabila terbukti tidak bersalah, maka terdakwa kembali menjalankan aktivitasnya dan SK pemberhentian sementara dicabut.

UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengatur sanksi bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah yang sedang terjerat kasus hukum. Saat kepala daerah atau wakil kepala daerah berstatus terdakwa, dia langsung diberhentikan sementara dari jabatannya dan tidak boleh lagi menggunakan fasilitas-fasilitas sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah.

Aturan serupa ditegaskan PP 6/2005 Pasal 126 Ayat (1), yang menyebutkan kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara oleh presiden tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, dan/atau tindak pidana terhadap keamanan negara.

Dalam pasal 126 ayat (2) ditegaskan, proses pemberhentian sementara kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah, dilakukan apabila berkas perkara dakwaan melakukan tindak pidana korupsi, terorisme, makar dan/atau tindak pidana terhadap keamanan negara telah dilimpahkan ke pengadilan dan dalam proses penuntutan dengan dibuktikan register perkara. Pasal 126 ayat (3) disebutkan, berdasarkan bukti register perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Presiden memberhentikan sementara kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah melalui Mendagri.

Zambri Dieksekusi
Setelah mantan Kepala Bappeda Pasaman Barat (Pasbar), Mirwan Pulungan, ditahan Kejaksaan Negeri (Kejari) Padang, Senin (25/4) lalu, kemarin (29/4), giliran mantan Pjs Bupati Pasaman Barat, M Zambri, dieksekusi. Zambri mendatangi Kejari Padang, sekitar pukul 08.00 WIB guna memenuhi panggilan eksekusi kedua Kejari sesuai surat Kejari Padang Nomor Surat B-16/N.3.10/Fu.1/04/2011 tertanggal 25 April 2011. Sebelumnya, Zambri tak bisa memenuhi eksekusi I atas alasan sakit bersamaan pemanggilan Mirwan Pulungan, Senin (25/4) lalu.
Zambri datang bersama keluarga mengenakan jaket jeans dan celana dasar. Tanpa didampingi kuasa hukumnya. Kasi Pidsus Kejari Padang, Daminar mengatakan, proses eksekusi berjalan lancar. Zambri juga berada dalam keadaan sehat, tidak seperti disampaikan terpidana saat panggilan eksekusi pertama.

Mantan Kabiro Pemerintahan Pemprov Sumbar ini bersikap cukup kooperatif. Bahkan, ia datang lebih awal dari waktu yang diagendakan. Usai menandatangani berita acara pelaksanaan eksekusi, Zambri langsung digiring petugas kejaksaan ke Lembaga Permasyarakatan (LP) Muaro Padang, sekitar pukul 09.00 WIB. Ia dan jaksa menaiki mobil Avanza warna hitam.

Zambri dan Mirwan pernah ditahan jaksa waktu kasus tersebut disidik 2008 silam. Mereka menghuni LP Muaro selama 3 bulan, kemudian bebas, setelah PN Padang memvonis keduanya tidak bersalah. Padahal jaksa menuntut keduanya masing-masing 2,5 tahun penjara. Jaksa langsung mengajukan kasasi ke MA. Dalam putusan, MA memvonis Zambri dan Mirwan bersalah. Mereka diganjar masing-masing pidana penjara selama setahun, dan denda Rp5 juta.

Menurut jaksa, Zambri dan Mirwan merugikan negara dengan modus mengajukan usulan bantuan bencana alam tahun 2004. Waktu pengusulan mereka menggunakan jasa seseorang—hingga kini masih bebas—agar dana cepat cair. Sebagai pelicin, mereka memberi Rp150 juta. Namun, dana bantuan tak kunjung cair. Padahal dana untuk uang pelicin itu diambil dari kas daerah. Dana masuk ke rekening Mirwan, waktu itu Kepala Bapedda Pasbar. Dari Mirwan, dana mengalir ke rekening calo itu.

Soal fasilitas di LP, Kepala LP Muaro Muji Raharjo berucap, ”Semua tahanan sama saja. Tak ada bedanya.”

Sumber : padangekspres.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar